NEW YORK, KOMPAS.com — Sebuah rencana ambisius untuk membangun sebuah masjid di dekat Ground Zero di New York telah membuat marah warga kota itu. Ground Zero merupakan sebutan untuk lokasi bekas menara kembar yang runtuh ditabrak dua pesawat teroris dalam serangan 11 September 2001.
Para pendukung proyek itu mengatakan, rencana pembangunan pusat Islam yang berupa gedung bertingkat tersebut akan mengubah citra jalan Manhattan dan cara orang Amerika berinteraksi dengan umat Islam, sejak hampir 3.000 orang tewas dalam serangan pada 11 September itu. Telegraph, Senin (17/5/2010),
melaporkan, masjid itu akan dilengkapi dengan fasilitas olahraga, teater, dan tempat penitipan anak, serta terbuka bagi semua pengunjung demi menunjukkan bahwa umat Islam merupakan bagian dari komunitas Amerika, bukan merupakan elemen masyarakat yang terpisah.
Namun, karena lokasi masjid yang diusulkan tersebut hanya sejengkal dari lubang menganga Ground Zero, rencana itu kontan bikin marah sejumlah warga lokal. "Kemarahan berlanjut," tulis situs web www.nomosquesatgroundzero.wordpress.com dengan gambar close-up retuntuhan Twin Towers.
Dalam situs itu dikatakan, keberadaan pusat Islam itu akan "memberi bayangan tidak sopan atas Ground Zero". Yang lain membandingkan ide itu dengan membangun sebuah pusat budaya Jerman di Auschwitz. "(Itu sama dengan) meludahi wajah setiap orang yang tewas pada 9/11," tulis Blitz, yang mendeskripsikan dirinya sebagai harian antijihad.
Tingkat kemarahan itu tidak biasa di antara warga New York yang menyalahkan Islam ketimbang hanya Al Qaeda atau kelompok militan lain atas peristiwa 9/11 dan konfrontasi global terhadap Amerika Serikat. "Ini merupakan lingkungan yang salah untuk membangun masjid," kata Scott Rachelson (59) saat ia pergi ke kantornya. Rachelson, yang bekerja dengan orang-orang yang mencari kompensasi terkait kerusakan atas serangan 9/11, mengatakan, hidupnya berubah selamanya sejak hari ketika dua pesawat yang dibajak menabrak Manhattan.
"Saya di sini. Bagi saya, dan semua orang yang ada di sini, kami mengalami gangguan stres pascatrauma," katanya. "Rasanya seperti baru saja kemarin."
Seorang wanita yang tinggal di apartemen di sebelah rencana lokasi masjid itu mengatakan, dia tidak bisa menerima proyek tersebut. "Saya berbohong jika saya mengatakan itu tidak membuat saya sedikit gugup," kata Jennifer Wood (36) saat ia membawa anaknya berjalan-jalan.
Para pendukung proyek itu mengatakan, rencana pembangunan pusat Islam yang berupa gedung bertingkat tersebut akan mengubah citra jalan Manhattan dan cara orang Amerika berinteraksi dengan umat Islam, sejak hampir 3.000 orang tewas dalam serangan pada 11 September itu. Telegraph, Senin (17/5/2010),
melaporkan, masjid itu akan dilengkapi dengan fasilitas olahraga, teater, dan tempat penitipan anak, serta terbuka bagi semua pengunjung demi menunjukkan bahwa umat Islam merupakan bagian dari komunitas Amerika, bukan merupakan elemen masyarakat yang terpisah.
Namun, karena lokasi masjid yang diusulkan tersebut hanya sejengkal dari lubang menganga Ground Zero, rencana itu kontan bikin marah sejumlah warga lokal. "Kemarahan berlanjut," tulis situs web www.nomosquesatgroundzero.wordpress.com dengan gambar close-up retuntuhan Twin Towers.
Dalam situs itu dikatakan, keberadaan pusat Islam itu akan "memberi bayangan tidak sopan atas Ground Zero". Yang lain membandingkan ide itu dengan membangun sebuah pusat budaya Jerman di Auschwitz. "(Itu sama dengan) meludahi wajah setiap orang yang tewas pada 9/11," tulis Blitz, yang mendeskripsikan dirinya sebagai harian antijihad.
Tingkat kemarahan itu tidak biasa di antara warga New York yang menyalahkan Islam ketimbang hanya Al Qaeda atau kelompok militan lain atas peristiwa 9/11 dan konfrontasi global terhadap Amerika Serikat. "Ini merupakan lingkungan yang salah untuk membangun masjid," kata Scott Rachelson (59) saat ia pergi ke kantornya. Rachelson, yang bekerja dengan orang-orang yang mencari kompensasi terkait kerusakan atas serangan 9/11, mengatakan, hidupnya berubah selamanya sejak hari ketika dua pesawat yang dibajak menabrak Manhattan.
"Saya di sini. Bagi saya, dan semua orang yang ada di sini, kami mengalami gangguan stres pascatrauma," katanya. "Rasanya seperti baru saja kemarin."
Seorang wanita yang tinggal di apartemen di sebelah rencana lokasi masjid itu mengatakan, dia tidak bisa menerima proyek tersebut. "Saya berbohong jika saya mengatakan itu tidak membuat saya sedikit gugup," kata Jennifer Wood (36) saat ia membawa anaknya berjalan-jalan.
0 Komentar:
B) :F :$ :J :( O: :K :D :M :S :) :O :P :@ :L :8
Posting Komentar
silahkan beri pendapat tentang informasi diatas.