Kudus (ANTARA) - Kepala Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kudus Budiono menegaskan bahwa pihaknya hanya melayani permintaan darah dari rumah sakit atau rekomendasi dokter, tidak dari individu atau perorangan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan darah untuk kegiatan ritual.
"Sejak awal kami menerapkan aturan yang ketat dengan hanya menerima permintaan darah dari rumah sakit atau atas rekomendasi dokter yang merawat pasien yang memang membutuhkan darah. Masalahnya, permintaan darah secara individu berpotensi diselewengkan," ujarnya di Kudus, Selasa.
Apalagi, kata dia, kasus penyalahgunaan darah yang berawal dari permintaan oleh oknum individu pernah terjadi di daerah lain. "Kami tak ingin, kasus serupa terjadi di Kudus. Petugas yang terbukti melakukan kesalahan juga terancam sanksi berat," ujarnya.
Sebelumnya, kata dia, PMI Kudus berulang kali menolak permintaan darah secara individu karena pemanfaatannya tidak sesuai ketentuan, yakni untuk kegiatan ritual tertentu.
"Dengan tegas, kami menolak permintaan darah untuk kegiatan tersebut, meskipun dilakukan dengan sejumlah cara," ujarnya.
Meskipun mengajukan permintaan untuk darah yang rusak, kata dia, tetap menolaknya karena menyalahi prosedur yang ada.
Berdasar pengalaman tersebut, pihaknya mulai mendata setiap kantong darah yang keluar ataupun yang rusak untuk dilakukan proses pemusnahan.
Saat ini, kata dia, terdapat sekitar 100-an kantong darah yang rusak karena melewati batas kedaluwarsa dan terinfeksi penyakit tertentu.
"Pemusnahan segera dilakukan setelah proses pendataan nomor kode di setiap kantong darah selesai. Untuk sementara ini, darah yang rusak tersebut disimpan di lemari pendingin khusus," ujarnya.
Batas waktu pemanfaatan setiap kantong darah yang tersimpan di lemari pendingin, kata dia, maksimal 120 hari. "Tetapi, ada pula darah yang belum masa kedaluwarsa sudah rusak terlebih dahulu," ujarnya.
Darah yang rusak, kata dia, harus dimusnahkan dengan cara dibakar melalui "incinerator" atau alat pembakar limbah medis, bukannya dikubur.
Hal tersebut, kata dia, untuk mencegah terjadinya penyalagunaan dan kemungkinan menginfeksi orang di sekeliling.
Terkait dengan stok darah, kata dia, tersedia dalam jumlah yang cukup, mengingat Sabtu (22/5) lalu menerima donor darah dari 300 orang pekerja dari PT Pura Kudus.
"Stok selalu aman, karena selama dua bulan, yakni Mei dan Juni 2010 terdapat 47 lembaga sasaran. Diperkirakan ada ribuan kantong darah yang bisa dikumpulkan dari para pendonor," ujarnya.
"Sejak awal kami menerapkan aturan yang ketat dengan hanya menerima permintaan darah dari rumah sakit atau atas rekomendasi dokter yang merawat pasien yang memang membutuhkan darah. Masalahnya, permintaan darah secara individu berpotensi diselewengkan," ujarnya di Kudus, Selasa.
Apalagi, kata dia, kasus penyalahgunaan darah yang berawal dari permintaan oleh oknum individu pernah terjadi di daerah lain. "Kami tak ingin, kasus serupa terjadi di Kudus. Petugas yang terbukti melakukan kesalahan juga terancam sanksi berat," ujarnya.
Sebelumnya, kata dia, PMI Kudus berulang kali menolak permintaan darah secara individu karena pemanfaatannya tidak sesuai ketentuan, yakni untuk kegiatan ritual tertentu.
"Dengan tegas, kami menolak permintaan darah untuk kegiatan tersebut, meskipun dilakukan dengan sejumlah cara," ujarnya.
Meskipun mengajukan permintaan untuk darah yang rusak, kata dia, tetap menolaknya karena menyalahi prosedur yang ada.
Berdasar pengalaman tersebut, pihaknya mulai mendata setiap kantong darah yang keluar ataupun yang rusak untuk dilakukan proses pemusnahan.
Saat ini, kata dia, terdapat sekitar 100-an kantong darah yang rusak karena melewati batas kedaluwarsa dan terinfeksi penyakit tertentu.
"Pemusnahan segera dilakukan setelah proses pendataan nomor kode di setiap kantong darah selesai. Untuk sementara ini, darah yang rusak tersebut disimpan di lemari pendingin khusus," ujarnya.
Batas waktu pemanfaatan setiap kantong darah yang tersimpan di lemari pendingin, kata dia, maksimal 120 hari. "Tetapi, ada pula darah yang belum masa kedaluwarsa sudah rusak terlebih dahulu," ujarnya.
Darah yang rusak, kata dia, harus dimusnahkan dengan cara dibakar melalui "incinerator" atau alat pembakar limbah medis, bukannya dikubur.
Hal tersebut, kata dia, untuk mencegah terjadinya penyalagunaan dan kemungkinan menginfeksi orang di sekeliling.
Terkait dengan stok darah, kata dia, tersedia dalam jumlah yang cukup, mengingat Sabtu (22/5) lalu menerima donor darah dari 300 orang pekerja dari PT Pura Kudus.
"Stok selalu aman, karena selama dua bulan, yakni Mei dan Juni 2010 terdapat 47 lembaga sasaran. Diperkirakan ada ribuan kantong darah yang bisa dikumpulkan dari para pendonor," ujarnya.
0 Komentar:
B) :F :$ :J :( O: :K :D :M :S :) :O :P :@ :L :8
Posting Komentar
silahkan beri pendapat tentang informasi diatas.