VIVAnews - Kebocoran minyak terjadi pada 21 Agustus 2009 di Laut Timor, diduga berasal dari instalasi pengeboran minyak The Montara Well Head Platform milik Australia.
Akibatnya, mata pencaharian masyarakat Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, khususnya para petani rumput laut dan nelayan, terancam.
Untuk memverifikasi jumlah kerugian yang diderita masyarakat, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai dalam minggu ini akan mengirimkan tim.
Data kerugian akan diverifikasi dan akan diberikan kepada presiden, kementerian dan lembaga terkait. "Apabila diperlukan, pemerintah dapat menjadikan data tersebut sebagai salah satu bahan penyusunan klaim kerugian kepada pihak yang menimbulkan pencemaran,” kata Velix Wanggai, dalam rilis yang diterima VIVAnews, Senin 19 Juli 2010.
Sebelumnya, telah ada data dan laporan kerugian dari Bupati Rote Ndao, Leonard Haning.
Tumpahan minyak mencemari sekitar 16.420 kilometer persegi di wilayah Laut Timor yang tercakup dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia. Selain mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan kematian berbagai jenis biota laut, ini juga menyebabkan anjloknya pendapatan nelayan dan petani rumput.
Sebelum terjadinya pencemaran, petani rumput laut di Rote Ndao dapat memproduksi 7.334 ton rumput luat kering per tahun. Pada tahun 2009, atau setelah pencemaran terjadi, produksi turun hingga 1.512 ton. Bahkan, hingga Juni 2010, produksi rumput laut kering di Rote baru mencapai 341,4 ton.
“Persoalan ekonomi yang dihadapi petani dan nelayan harus segera dicarikan jalan keluarnya. Hal tersebut mestinya berjalan seiring dengan upaya untuk membersihkan laut melalui pemanfaatan teknologi,” ujar Velix.
Kabupaten Rote Ndao adalah kabupaten paling selatan di NTT, yang berbatasan langsung dengan wilayah Australia. Kabupaten hasil pemekaran ini masih memiliki keterbatasan dalam melakukan penciptaan sektor lapangan kerja baru di luar sektor pertanian dan perikanan.
Akibatnya, mata pencaharian masyarakat Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, khususnya para petani rumput laut dan nelayan, terancam.
Untuk memverifikasi jumlah kerugian yang diderita masyarakat, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai dalam minggu ini akan mengirimkan tim.
Data kerugian akan diverifikasi dan akan diberikan kepada presiden, kementerian dan lembaga terkait. "Apabila diperlukan, pemerintah dapat menjadikan data tersebut sebagai salah satu bahan penyusunan klaim kerugian kepada pihak yang menimbulkan pencemaran,” kata Velix Wanggai, dalam rilis yang diterima VIVAnews, Senin 19 Juli 2010.
Sebelumnya, telah ada data dan laporan kerugian dari Bupati Rote Ndao, Leonard Haning.
Tumpahan minyak mencemari sekitar 16.420 kilometer persegi di wilayah Laut Timor yang tercakup dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia. Selain mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan kematian berbagai jenis biota laut, ini juga menyebabkan anjloknya pendapatan nelayan dan petani rumput.
Sebelum terjadinya pencemaran, petani rumput laut di Rote Ndao dapat memproduksi 7.334 ton rumput luat kering per tahun. Pada tahun 2009, atau setelah pencemaran terjadi, produksi turun hingga 1.512 ton. Bahkan, hingga Juni 2010, produksi rumput laut kering di Rote baru mencapai 341,4 ton.
“Persoalan ekonomi yang dihadapi petani dan nelayan harus segera dicarikan jalan keluarnya. Hal tersebut mestinya berjalan seiring dengan upaya untuk membersihkan laut melalui pemanfaatan teknologi,” ujar Velix.
Kabupaten Rote Ndao adalah kabupaten paling selatan di NTT, yang berbatasan langsung dengan wilayah Australia. Kabupaten hasil pemekaran ini masih memiliki keterbatasan dalam melakukan penciptaan sektor lapangan kerja baru di luar sektor pertanian dan perikanan.
0 Komentar:
B) :F :$ :J :( O: :K :D :M :S :) :O :P :@ :L :8
Posting Komentar
silahkan beri pendapat tentang informasi diatas.